Hitungan ke -3 teriak horeeee
Dibenak saya sebenarnya sudah terbayang bahkan sebelum kemah ini dilaksanakan, judul artikelnya nanti “ November Rain” sebab saya begitu yakin bahwa hujan akan turun selama kemah berlangsung. Namun angan terkadang memang jauh dengan kenyataan, hujan yang turun di perkemahan seakan tidak serius sama sekali.
Kemah ke-2 tahun ini dilakukan di bumi perkemahan sendi, berlokasi sebuah desa kecil di lereng pegunungn welirang yang dilintasi jalan kabupate Mojokerto – Batu via cangar. 18 Tahun yang lalu, saya pernah jalan Pacet – Cangar dan sueepiiiii, sepanjang magrib hingga jam 11 malam tidak ada seorangpun yang menyalip, baik itu mobil, motor apalagi manusia iseng yang jalan kaki gelap – gelapan. Waktu itu event latgab pramuka perti ITS-UNAIR-UGM , dan tidak ada rencana penjelajahan malam Pacet – cangar. Penjelajahan ini terjadi karena truck TNI AL yang kita sewa tidak kuat menanjak lengkap dengan penumpanganya, pak sopir hanya bersedia mengankut tas carrier kami semua. Jadilah penjelajahan itu ada hehehehehe. Akan tetapi sekarang kondisinya sudah jauh berbeda, ramai sekali, banyak warung 24 jam bahkan tengah malam pun masih terdengar suara motor yang sedang melewati jalan ini.
Buper sendi sendiri merupakan sebuah lapang dipinggir tebing, berbatasan langsung dengan barisan perbukitan yang membentang hingga puncak welirang. What breathtaking view, apalagi bila pagi hari. Di pagi hari maka imajinasi lukisan anak SD tahun80/90 – an saat mendapat tugas untuk menggambar pemandangan akan terwujud nyata, dua buah puncak dengan matahari yang bersinar tepat di tengah. Kemudian bila mengarahkan pemandangan kearah utara, bisa dilihat kota kecil pacet dan barisan sawah kecil nun jauh dibawah. Dan gunung penanggungan yang berdiri kesepian di sana.
Oh ya, perkemahan kali ini komposisi newbie 60%, jadi sangat menyenangkan bertemu dengan temen – temen baru, mendapatkan sudut pandang baru dan secara otomatis menyesuaikan kegiatan dengan para peserta baru. Saya tiba di buper hari jum’at malam selepas isya, hamper semua peserta sudah tiba dan tenda – tenda sudah terpasang, bahkan aktifitas memasak sudah berjalan. Lah ini sih mungkin baru berkemah dengan praga, tapi kayaknya sudah tidak asing dengan kegiatan kemah. Sangat jauh bila dibandingkan dengan kondisi praga baru yang berkemah di tahun 2014.
Warung baru buka, harap sabar
Malam ini aktifitas diawali dengan api unggun yang tidak diperbolehkan oleh kakwarnas gyhahahahhahaaha dan perkenalan peserta, dengan berdiri melingkari api unggun, upacara pembukaan dan sesi perkenalan setiap peserta dilakukan. Tidak ada pentas seni mala mini karena fokus kegiatannya adalah perkenalan setiap keluarga dan untuk mengakrabkan seluruh elemen perkemahan. Mungkin bagi yang sudah berkemah dengan praga dan sempat ikut latihan rutin bersama, sudah tidak asing dengan kepanitiaan perkemaan yang amboy dan misterius ini hehehehee. Namun hal tersebut kan tidak berlaku bagi anggota perkemahan yang baru bergabung. Selepas sesi api unggun, kami istirahat untuk persiapan giat esok hari. Udara malam ini sangat dingin, bahkan jauh lebih dingin dari coban rondo yang menurut saya sudah dingin. Sudah tidur pake jaket, berselimu dan pake sleeping bag pun masih lebih dingin dari AC rumah. Dan Bihan nggak mau tidur hingga menjelang jam 1 pagi, jadi pas sudah. Bocah satu ini acaranya banyak betul, yang minta susu, kemudian makan sop, setelah itu minta air putih lalu makan lagi. Gitu aja terus sampe tengah malam hadeeeeeee. Tapi ya sudahlah itu bagian dari kehidupan berbangsa dalam perkemahan keluarga.
Menjelang subuh, wuuuh tambah dingin. Selepas subuh, aktivitas di perkemahan mulai bergeliat, anak – anak bahkan sudah berlairan kesana kemari, sebgaian bermain dengan sisa unggun tadi malam atau antri di toilet. Memasak di perkemahan adalah salah satu kegiatan yang paling ditunggu, menu yang paling popuer umumnya adalah mi instant. Diakui atau tidak, menu mi instan memang sangat nikmat dan menggoda di perkemahan, mudah, cepat dan enak hehehehehe. Namun ada juga yang memasak layaknya masakan rumah semisal nasi goring, sop maupun tumis. Dulu tim Pembina pernah membuat sate daging, pecel dan sayur lodeh di perkemahan – perkemahan lalu. Tapi kali ini karena persiapan yang kurang optimal maka model masakan aneh di perkemahan itu tidak sempat kita buat.
Selepas sarapan, kita melakukan upacara bendera dan senam pagi untuk persiapan penjelajahan. Senam pagi kali ini sangat istimewa karena dipimpin oleh seoarnag instruktur porfesional, kak Tatto. Hanya beberapa gerakan saja yang beliau berikan, namum sudah bikin kita ngos ngosan. Entah gerakan senamnya atau memang fisik kita yang payah hingga ngos – ngosan. Selepas senam harusnya kita penjelajahan, namun sedikit tertunda karena tim survey rute belum kembali ke perkemahan. Penjelajahan kali ini konsepnya adalah mencari jejak, jadi anak – anak harus memperhatikan beberapa petunjuk jalan yang sudah ditinggalkan di sepnajang rute. Agak berbeda konsepnya kali ini, biasanya kita menjadi penunjuk jalan tapi kali ini merekalah yang harus mencari jalan.
Seluruh peserta di bagi menjadi 4 kelompok untuk melakukan penjelajahan, dan ada jeda 5 – 10 menit waktu keberangkatan antar kelompok. Saya sendiri masuk menjadi pendamping kelompok 3. Rute penjelajahan merupakan bagian dari taman hutan raya R Soerjo, yang merupakan salah satu kawasan hutan lindung. Meski ada jalan setapak namun kondisinya masih jauh lebih hutan dari pada coban rondo ataupun kawasan trawas. Masih banyak pohon besar bukan tanaman produktif, ditambah kaliandra yang menambah lebatnya kawasan ini. Dibuat latihan ESAR cocok ini. Anak – anak juga kelihatan senang melihat banyak buah dan pohon yang bentuknya aneh,segala macam daun ditanyakan. Apalagi bagi mereka yang berjalan paling depan, perdebatan untuk menentukan apakah tanda jejak ini berupa larangan atau belok arah juga seru. Yang paling kita tekankan dalam pengarahan sebelum penjelajahan adalah “ Jangan pernah merubah tanda jejak!”. Waktu kalimat itu diutarakan, sebagian peserta senyum-senyum sendiri, entah mereka paham dengan konsekuensinya atau malah senyum jahat keisengan untuk membuat kelompok belakang kebingungan. Tapi tenang, kami dari tim Pembina sudah siap mencari bila ada kelompok yang hilang, toh hilangnya juga masih di sekitar Sendi ini.
Hoi.. jalannya lurus kesana loh
Rute penjelajahan kali ini sangat pendek bila dibandingkan dengan penjelajahan yang pernah kita lakukan selama kemah praga, namun halangan yang ada di rute cukup banyak dan menantang bagi anak – anak. Pohon tumbang yang melintang jalan, deretan pohon salak yang membentuk gua, jalan yang curam serta semak belukar yang kadang merintangi secara mendadak menjadi tantangan tersendiri. Memang sih cukup singkat perjalanannya, sekadar mengingatkan kita pernah jelajah mulai jam 9 pagi hingga kemabil ke perkemahan jam 14.30 dengan break selama 1 jam di tengah perjalanan. Jadi bagi yang pernah berkemah dengan praga ya mungkin agak kecewa dengan rute yang pendek. Tapi itu adalah kondisi lapangan tempat kita berkemah yang tidak memungkinkan untuk mengambil rute lebih jauh dari itu. Mungkin kemah yang akan datang kita cari lokasi yang memungkinkan kita jelaja selama seharian penuh hehhehehe.
Acara sore hari diisi dengan permainan di perkemahan, ada 2 permainan yang dimainkan. Tic tac toe an memanah. Pada awalnya permainan ini di desain untuk peserta anak – anak saja, namun rupanya para orang tua juga gemas melihat anak – anak bermain. “ Dik, sana lo sana.., jangan di situuuuu, ayooo cepet cepet, itu jangan di pindah”. Iki sakjane sing main sopo se?
Akhirnya orang tua turun arena juga untuk menobati rasa gemasnya. Yaa, ndak jauh beda juga dengan anak – anak ketika bermain, bingung juga menempatkan tanda dalam permainan tic tac toe. Yaah, terkadang menjadi pengamat itu jauh lebih mudah dari pada jadi pemain. Selepas permainan sore, istirahat untuk persiapan makan malam dan api unggun.
Pas main… bingung juga kan
Menjelang magrib, hujan turun bahkan deras di wilayah Pacet. Kondisi ini terus bertahan hingga lewat waktu isya, masih banyak pertanyaan menggelayut di benak anak-anak apakah api unggun jadi?. Menjelang pukul 8 malam, hujan telah reda namun sebagian peserta sudah terlelap didingginya udara dan hanyatnya tenda mereka masing-masing. Tetapi, masih ada beberapa anak yang terjaga dan menayakan apakah api unggun akan di nyalakan. Setalah dilihat bahwa kayu bakar tidak basah, maka diputuskan untuk menyalakan api unggun. Malam ini seharusnya menjadi agenda pentas seni untuk setiap kelompok, namun sudha banyak peserta yang telah tidur. Api unggun hanya di hadiri oleh 1/3 peserta. Nyanyian khas “api kita sudah menyala” menjadi lagu pembuka sekelaigus membangunkan beberapa peserta dan mendatangi api unggun. Beberapa anak menyumbankan lagu di forum api unggun dan permainan sederhana dilakukan untuk membuat suasana menjadi lebih semangat. Akhirnya yang paling membuat anak – anak semangat ber api unggun tiba, bukan permainan atau talent show, tapi bakar marshmallow dan jagung.
Lapar menyerang tengah malam, sudah malas untuk menyalakan kompor
Keesokan pagi, sesi senam tidak terlaksana karena sesi memasak jauh lebih menarik minat. Entah kenapa pagi ini seolah sesi memasak memakan waktu lebih lama dari biasanya. Sesi senam hilang tapi sesi Utama harus tetap ada, yaitu materi tentang kesadaran akan tanggap bencana. Ini merupakan tantangan tersendiri bagaimana membuat ini menjadi menarik bagi mereka, dan tentu saja anak – anak harus bisa menangkap isi materi tersebut.
Materi kita buat menjadi sesi teori dan simulasi. Teori kita laksanakan disebuah gazebo yang ada di pinggir tebing. Ahh… lebih mudah menyampakian risk management di depan para pelatih dan kepal dinas disbanding di depan mereka ini. Terus terang saya kesulitan untuk memilih kalimat yang pas agar mereka paham, tapi show must go on. Skenario awal adalah setelah teori ini, mereka akan kembali beraktiftas di tenda masing – masing, dan nanti aka nada sirine tanda bahaya. Apabila sirine tersebut dibunyikan , maka mereka harus berjalan menuju titik kumpul yang sudah disepakati. Real disaster has just occurred, para orang tua sudah membongkar tenda mereka dan saya sudah terlanjur memberikan penjelasan bahwa serakang waktunya balik ke tenda masing – masing. Saat melongok ke lapangan perkemahan, kok lapangan jadi luas betul ya?? Saya berdiri, “ waduh, tenda sudah di bongkar semua”. Ya sudah kalau begitu adik – adik masuk ke tenda yang masih berdiri, tidak perlu ke tendanya masing – masing. Seminit berlalu, dua menit, lima menit mulai ada pertanyaan “ kak, mana sirinenya? Jadi nggak se?” Sengaja kami biarkan sampai mereka terlena dengan aktifitas bermainnya. Setelah 15 menit berlalu, barulah Kak Goz membunyikan sirine dan mereka dengan semangat berjalan, bahkan sebagian berlari menuju titik kumpul. Di titik kumpul mereka diberikan sebuah lagu yang bercerita tentang apa yang harus dilakukan bila ada gempa. Text nya saya tidak hafal jadi ndak saya tuliskan disini, yang ngajar nyanyi juga Kak Gozali hehehehehe saya ketawa aja fals nadanya, apalagi nyanyi malah rusak semua.
Peerkemahan ditutup dengan upacara sederhana dengan upacara bendera, kata penutupan dari panitia de facto (karena secara de jure memang tidak ada) dan sedikit disinggung jadwal perkemahan yang akan datang. Kemudian seluruh peserta membentuk lingkaran sambil menyanyikan lagu perpisahan dan saling bersalaman untuk mengakhiri kebersamaan selama 3 hari ini. Inilah kemah praga yang ke – 14 kalinya bila dihitung sejak kita berkemah pertama kalinya tahun 2014, dan boleh saya bilang lebih hebat dari pada jambore ataupun perkemahan yang di adakan oleh kwartir. Dimana hebatnya? Silahkan saja ikut perkemahan kami ini dan rasakan bedanya.
SEE YOU IN 2019 CAMP