Salam pramuka semua, baik yang dunia nyata, maya maupun dunia ghaib. Camporee ini adalah even perkemahan bagi gudep kami yang kami desian mirip dengan mini jamboree. Tidak banyak perbedaan dengan kegiatan kemah rutin 3 bulanan yang biasa kami lakukan, hanya saja kali ini ada beberapa workshop yang kami lakukan, dengan pola pergerekan mirip jamboree. Mirip lo ya, bukan identik.
Jumat sore, hampir seluruh peserta yang sudah daftar sebagai peserta camporee sudah tiba dilokasi dengan tenda yang sudah berdiri. Tenda pembina berupa 3 tenda ruvi berdiri berjajar seperti barak pleatihan militer di film band of brothers, hanya tenda kita lebih fungky dan berwarna. Tidak semua peserta membawa dan mendirikan tenda mereka sendiri. Ah, coban rondo ini, bikin persewaan tenda kok sekalian dengan jasa mendirikan, mbok ndak usah pake jasa mendirikan gitu hehehehhe. OH iya, lokasi kemah kita kali ini di buper coban rondo, Malang. Banyak peserta yang baru bergabung dengan klub kemah hore ini hehehehe bahkan ada yang berasal jauh – jauh dari sumedang, Jabar.
Cuaca coban rondo kali ini sangat mendukung perkemahan, cerah ceria dan suhu udara dingiiiiiiiin. Pake i banyak. Memang kali ini kegiatan kita bertepatan dengan musim kemarau dan musim dingin pulau Jawa. Bediding, begitu istilah dalam Bahasa jawa, karena itulah bekal perkemahan saya kali ini, selimut merupakan bawaan yang paling banyak. Sleeping bag sih sudah pasti, namun perlu amunisi tambahan agar kita tidur nyenyak hingga hari minggu mendatang. Apalagi bagi mereka yang membawa bayi dalam perkemahan kali ini, karena keberadaan balita di perkemahan kita, merupakan hal yang sangat biasa.
Selepas magrib, acara api unggun dimulai sekaligus upacara pembukaan camporee 2017. Malam ini tidak ada acara perform saat api unggun, hanya acara bakar sosis buat anak – anak. Sedangkan para orang tua akan berkumpul untuk ngobrol dan sharing mengenai praga mengingat banyak pemain baru yang tergabung. Jadi diperlukan semcam induction training hahahahahaha. Meskipun saya sebenarnya ingin ikut grup anak – anak yang bakar sosis di unggun. Dalam sesi karang pamitran pupuk bawang ini, baru terungkap alasan para pemain baru ini dengan suka rela mengikuti kegiatan kami yang amat sangat sederhana. Hmm… sik sik, ga jadi sederhana, kita kemah dengan full catering kok selama tiga hari,dan makanannya enak lagi hahahahahaha.
Sempat nongol di Jawa Pos telah membuat banyak orang penasaran dengan pola kegiatan pramuka yang dilakukan praga, apalagi setelah mengetahui fakta bahwa kita rutin berkemah setiap 3 – 4 bulan sekali dengan satu sesi perkemahannya adalah mencari “sengsara”, yaitu berkemah di musim hujan dan itu memang direncanakan agar kita kehujanan selama berkemah. Sesuatu yang sulit ditemuai di pramuka sekolah. Hal tersebut cukup membuat beberapa orang terkejut, tapi memang sesuai itu menjadi salah satu poin terkuat kelompok pramuka amatir ini dalam berkemah. Tujuan kita adalah untuk membiasakan anak menerima kondisi yang tidak nyaman dan mendapatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan, akan tetapi mereka bisa menikmatinya. Harapan kami para pembina, mereka nantinya bisa memeiliki pola piker dan daya adaptasi yang kuat dengan berbagai perubahan dewasa ini. Tidak gampang kaget dan bisa menikmati karunia hidup ini dengan apa adanya.
Sesi “karang pamitran” malam itu ditutup dengan penjelasan mengenai program perkemahan hingga minggu mendatang sembari menghabiskan gorengan produksi dapur umum bu Nita hihihihihihi
Bunyi peluit tanda berkumpul membuyarkan acara minum kopi saya pagi itu, panggilan untuk senam pagi, padahal kopi masih lewat setengah gelas. “Wah piye mas Goz iki “ Apalagi sewaktu sedang melakukan peregangan, dari tenda makan tercium wangi rawon. Walah, tambah ndak konsen ini senamnya……
Senam dipimpin oleh Kak Ghoz, kemudian dilanjutkan dengan acara jalan – jalan pagi keliling buper untuk orientasi wilayah, kemudian menuju warung untuk minum susu sapi segar hahahahaha. Saya tidak perlu menceritakan bagaiamana enaknya sarapan di tengah udara dingin dengan rawon+sambalnya. Terlalu sulit untuk dijelaskan dengan kalimat hehehehe
Selepas sarapan, upacara bendera dilakukan di lapangan perkemahan. Upacara dipimpin oleh Kak Jaka dengan iringan korsik dari Macbook Air untuk lagu Indonesia Raya. Ya gimana lagi, untuk mengundak korsik kan mahal, sedang Macbook Air tinggal masuk tas, terus colok kabel ke speaker. Selesai. Dan iringan musiknya pun tidak kalah dengan korsik milik istana negara kok, bahkan lebih baik karena punya kita portable dan mudah dikemas.
Program pagi ini adalah penjelajahan hingga siang nanti, rute yang diambil adalah penjelajahan ke coban tengah dengan jarak tempuh 2,5 km. Dan saya lupa kalau itu harus dikali 2 karena pp hahahahaha. Perjalanan ke coban tengah hanya menanjak sekali, karena tidak ada rute jalan menurun. Tapi hebat lo, anak – anak ini bisa melewati rute ini. Malah orang tua yang mengeluh ketika melahap rute ini. Perjalanan diawalai dengan menembus bumi perkemahan dan hutan pinus. Sengaja rute ini kita pilih untuk memotong jarak menjadi lebih pendek bila dibandingkan dengan lewat jalan setapak, eh semobil. Di buper ter atas yang ada di coban rondo, rombongan berhenti untuk istirahat dan mengmabil foto. “Wah, tidak sia – sia sampek atas sini. Instgramable ini” begitu komentar beberapa orang pendamping yang mengikuti penjelajahan ini. Setelah sesi foto, perjalanan dilanjutkan.
Dari titik inilah, mulai terjadi perpecahan rombongan karena stamina serta rasa pegal sudah hinggap di betis dan paha. Saya termasuk dalam rombongan sweeper sehingga tidak begitu tahu berap rombongan yang ada di depan. Berhenti, duduk, anak menangis dan minta gendong mulai menjadi pemandangan umum. Kecepatan kelompok mulai turun karena barisan terdepan juga berhenti untuk menunggu, hal ini dilakukan karena rute jelajah ini baru dan hampir semuanya tidak mengerti rute. Kalau penunjuk jalan melaju dengan cepat, dan yang belakang tertinggal jauh bisa ilang salah belok nantinya.
Suara erangan mesin sedikit mengagetkan saya, 20 meter dibelakang saya sebuah land rover warna putih sedang berjuang melewati jalan terjal. Ternyata mereka adalah komunitas jeep malang yang akan menjemput tamu dari Amerika yang sedang berkemah di dekat coban tengah. Karena mobilnya kosong, dan melihat banyak anak – anak di kelompok kami, dengan sigap sang navigator turun dan menawarakan tumpangan. Tanpa perlu dikomando, anak – anak berlairan untuk memanjat dan menumpang mobil tersebut. Setelah agak jauh berjalan, saya baru ingat kalau tujuan jeep teresebut adalah Lambau. Saya kabarkan untuk kontak tim aju supaya nanti di pertigaan mengehentikan mobil yang penuh anak – anak tersebut, agar tidak terbawa ke lambau. Jadi di pertigaan tersebut, rute jelajah kami belok kanan, sedang jeep itu nantinya belok kiri.
Tumpangan jeep tersebut sangat manjur, anak – anak makin semangat untuk melanjutkan perjalanan. 2,5 km tapi jalannya menanjak terus kan lumayan juga kalau ada jeep tumpangan meskipun hanya 500 m saja. 30 menit kemudian kami telah sampai di pintu masuk coban tengah, jalan untuk menuju coban tengah tidaklah seelok coban rondo dengan jalan aspal nan rata. Mencapai coban tengah harus melewati jalan setapak menyusuri sungai, tepat dibawah tebing-tebing yang mengelilingi aliran sungai tersebut. What a breathaking scenery! Bahkan saya punya satu spot favorit di sebuah tebing dengan juluran akar pepohonan dari atasnya sehingga menimbulkan kesan mistis. Kalau duduk bersila disitu, lalu difoto…hmmm bisa jadi cover film mistis bertema pramuka yang jadi pertapa di coban tengah hahahahahaha
Tibalah waktunya menyeberang sungai, sebuah kondisi yang menjadi favorit bagi semua anak – anak ini. Entah mengapa mereka sangat suka berendam dan bermain – main di sungai ini meski airnya sangat dingin, mirip dengan air kulkas. Banyak sekali acting yang dilakukan mereka sehingga menjadi alasan pembenaran bagi para orang tua untuk mengijinkan dengan terpaksa untuk berenang di sungai. Terpeleset lalu terjatuh merupakan suatu hal yang sering dilakukan di tengah sungai dangkal ini, walaupun saya tahu anak – anak itu berpura – pura terpeleset sehingga masuk ke dalam air. Dengan begitu tidak ada alasan lagi untuk menahan mereka bermain air agar baju tetap kering.
Selang beberapa saat, rombongan diberi kode untuk kembali ke perkemahan. Kabut dengan sedikit mendung tipis bergelayut di langit bukanlah saat yang tepat untuk bermain ditengah sungai di bawah tebing. Perjalanan pulang memakan waktu jauh lebih cepat karena dua hal, jalanan yang menurun dan evakuasi dengan motor bagi anak – anak yang sudah mogok berjalan. Saya sendiri harus memanggul Haqi hingga sampe buper atas sebelum dia dijemput motor.
Kejutan yang luar biasa sudah menunggu di perkemahan, “nasi berkat”. Hamparan daun pisang lengkap dengan nasi hangat ( mestinya tadi hangat), beragam lauk dan sayur mirip dengan menu kenduri. Mungkin karena inilah disebut nasi berkat. Momen yang sangat pas, setelah penjelajahan dengan rute mendaki dengan udara yang cukup dingin membuat selera makan meningkat setinggi bukit yang tadi kami daki hehehehe. Seluruh peserta langsung berhambur dan mengambil posisi di sepanjang daun pisang tersebut. Tidak berebut karena jumlah makanan yang disajikan seimbang dengan jumlah dan tingkat kelaparan peserta hahahahahaha sungguh sebuah suguhan makan siang yang luar biasa. Special thanks diucapkan kepada Bu Nita dan crew DU yang telah menyediakan sajian juara dunia ini diperkemahan praga. Jambore nasional aja mah lewat hihihihihihi
Jam paling berat di perkemahan sudah tiba yaitu saat kaki pegal ditambah perut kekenyangan. Terlintas dipikiran saya apakah setelah ini kita kegiatannya ngopi aja ya sembari melihat anak – anak bermain??? Sebagaian pembina terlelap sejenak seteleh mengawal anak – anak jelajah. Mengawal jelajah pramuka penggalang/penegak bagi saya bukanlah sebuah hal berat, tapi mengawal penjelajahan anak yang sebagaian besar siaga dan berusia TK, cukup menguras stamina.
Tepat jam 3 sore, bunyi peluit tanda berkumpul terdengar lagi. Yang luar biasa adalah, anak – anak memenuhi panggilan tersebut dengan penuh semangat. Tidak tampak raut kelelahan di wajah mereka, di wajah ibu – ibu mereka raut tersebut sungguh Nampak. Ups sorry to say hehehehe
Kegiatan sore ini dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok siaga akan bergiat bersama kak Jaka di perkemahan. Mereka melakukan permainan mencari pisang dengan mata tertutup. Pisang setandan ini diikat disebuah pohon pinus, lalu anak – anak dengan mata ditutup harus mencari harta karun ini, yaitu pisang. Hal ini juga menimbulkan cerita baru dikalangan pekemah praga kemarin, bahwa pohon pisang berkayu keras layaknya pinus. Terlebih punya pembina, dalam 2 hari bisa berganti menjadi 3 macam jenis pisang heheheehe
Sedangkan kelompok yang satau lagi, didominasi usia penggalang dan pra penggalang bergiata bersama di sungai membangun jembatan. Sebelum berangkat ke sungai, saya tawarkan kepada mereke 2 macam kegiatan. Membuat kursi di buper atau membuat jembatan di sungai.
“ Siapa yang ingin membuat kursi di buper?”
“Awas, ojok angkat tangan” kata Ageng sambal menoleh ke regunya. Walah iniiiiiiii kayaknya bakalan ke sungai lagi. Hasil poling 2 : 6 dengan mayoritas pergi ke sungai untuk buat jembatan. Dengan dibarengi turunnya kabut, romobongan berjalan ke sungai dengan memanggung bamboo sebagai bahan jembatan. Setiap 2 anak saya beri tugas memanggul satu bamboo sepanjang 5 m untuk dibawa ke tepi sungai tempat jembatan akan dibangun. Menjelang magrib, jembatan telah rambung dibuat bahkan sudah dites oleh penduduk setempat. Sembari membawa rumput, bapak tua tersebut melenggang melintasi jembatan tersebut. Mengetahui jembatan yang dibangun jadi, mereka membuat acara untuk esok pagi yaitu penjelajahan ke jembatan. Karena yang meminta anak – anak sendiri, maka esok pagi diagendakan penjelajahan ke jembatan dan tidak mungkin dihindari adalah acara mandi disungai. Sangat tidak mungkin anak – anak ini tidak nyebur sungai ketika memiliki kesempatan melakukannya.
Jam 6 sore, kegiatan malam di mulai yaitu penjelajahan di labirin. Melewati labirin di waktu terang bagi kami kurang menantang, jadi acara ini dibuat di malam hari dengan mematikan semua lampu penerang di sekitar labirin. Seluruh peserta yang ingin begiat harus membawa penerangan pribadi, boleh senter ataupun lampu darurat. Sebagai pengawas, kak Acep beridri di atas Menara pengawas dengan mengan megaphone untuk mengarahkan peserta yang sudah terlalu lama tersesat.
Acara api unggun malam ini tidak menyenangkan untuk ditulis, sebuah institusi membuat acara panggung music dangdut, dengan speaker yang sangat keras dan berisik. Acara berisik ini berlangsung hingga menjelang tengah malam. “Gak nek embong gak neng alas, ngisruh ae” begitu komentar yang terlontar dalam obrolan kopi malam itu. Karena sound system super berisik inilah acara api unggun tidak bisa dilangsungkan dengan meriah seperti kemah – kemah sebelumnya. Untung saja penjelajahan di labirin cukup seru sebagai pengganti api unggun.
Senam menjadi kegiatan rutin di pagi perkemahan kami,sesekali dengan senam poco – poco atau bahkan Zumba seperti kemah 4 bulan lalu. Kebetulan instruktur Zumba tidak bisa hadir, sehingga pagi ini tidak bisa berzumba. Setelah sarapan dengan nasi goreng, apel pagi dilakukan dan dimeriahkan dengan menyanyikan lagu- lagu nasional.
Selepas itu, mereka menagih janji untuk mengunjungi jembatan yang mereka bantu bikin. Jadilah penjelajahan ke-3 selama perkemahan berlangsung. Sepanjang kemah bersama KS,HS dan sekarang praga inilah perkemahan dengan penjelajahan paling sering. Saben dino mlaku tok isine, kuato wae sing dadi pembina damping hahahahhahah.Sesampai dilokasi jembatan, pertama – tama foto di atas jembatan, kemudian nyebur berdiri. Lama kelamaaan jongkok dan akhirnya berenang juga di sungai tersebut hahahaha
Sepulang dari sungai, kegiatan dilanjutkan dengan workshop seni budaya dan tekpram. Peserta dibagi menjadi 2 kelompok pilihan, boleh ikut seni budaya atau tekpram. Di seni budaya, workshop yang dilangsungkan adalah bermain angklung dengan pengajar yang semi pro jika melihat level galaknya beliau kala memberi instruksi. Sedangkan workshop tekpram diasuh oleh kakak pembina. Acaranya membuat miniature pioneering. Worskhop ini merupakan rangkaian penutup kegiatan camporee 2017 ini.
Upacara penutupan perkemahan dilansungkan dipimpin oleh Kak Jaka di lapangan perkemahan. Kesan peserta yang mengikuti kegiatan camporee ini sangat positif dan kegiatan yang ada sangat menyenangkan. Semoga kesan tersebut bukanlah lip service namun sebuah kenyataan yang memang dirasakan selama bergabung bersama kelompok pramuka partikelir ini. Saya sendiri berharap, semoga mendapatkan apa yang menjadi harapan ketika berangkat ke acara ini.
SO, WANT TO JOIN US?