Sebenarnya artikel ini agak terlalu lama berjarak dari kegiatan yang dilaknsakana, tapi tak apalah karena kenangannya masih cukup kuat untuk dimanifestasikan dalam bentuk cerita. Kemping ke 3 gudep kami di bulan Maret memang sesuai dengan judulnya, karena memang hujan menyertai kemping kami sejak di buper hingga penjelajahan.

Sabtu pagi kami berangkat dari Surabaya secara berombongan, dan juga sendiri – sendiri menuju taruna loka, Pacet. Terakhir saya kemah di tempat ini sekitar 6 tahun yang lalu,dengan kondisi fasilitas yaaahhh.. cukup okelah buat kemah. Tahun 2015 ini, saya harus mengatakan wow, no, perhaps with Big WOW. Lokasi tenda sudah tertata, mushola dan beberapa gazebo sudah berdiri dengan cantik, bahkan tangga dengan railing stainless steel !!!

Hampir semua peserta telah berkumpul di lokasi siang itu, dan sesi mendirikan tenda bisa saya katakana pemanasan yang cukup seru. Sudah dari 2 bulan sebelum persami ini, korps Pembina sudah membuat acara persami ditengah musim hujan. Tujuannya? Simple saja, ndak usah ndakik – ndakik, yaitu merasakan tinggal di tenda saat hujan.

Semua peserta, termasuk Pembina berusaha membangun shelter yang anti hujan, supaya bisa tidur nyenyak nanti malam. Bahkan salah satu Pembina membentangkan terpal yang lebih dari cukup untuk melingkupi dua tenda diatas dome double deckernya, lengkap dengan paritnya. Namun ada juga yang tidak membangun tenda, mas Acep lebih suka membentangkna fly sheet selebar 5m hingga mirip terop kecil, dan menaruh velbed dibawahnya. Dia bilang “ pasti ora tembus”. Jelas ora tembus, wong fly sheet tebal ngono.

11017047_465094043644785_515970423978803095_n

Tenda – tenda peserta Nampak sudah terbangun, beberapa terlihat menggali parit disekitar tendanya, hmmm.. mirip sebuah perumahan, bentuk dan warnanya sama. Hanya saja ini parasut, bukan semen dan batu bata. Yang jelas, komplek pertendaannya lebih banyak bila dibandingkan dengan kemah kami yang ke -2. Beberapa pekemah perdana juga Nampak dalam persami kali ini, dan diwaktu musim penghujan hehehehhehe. Kemah musim hujan memang lebih repot dibanding musim panas.

11113171_10205296331581979_6966127819118212139_n

Satu yang saya lihat, semua peserta Nampak semangat sekali menyongsong hujan sambal bertenda, entahlah, namun itu yang saya lihat dari warna muka mereka, ceria atau lebih tepatnya sangat ceria hehehhehe. Yang jelas saya merasakan atmosfir rasa penasaran yang kuat dari gudep kami untuk merasakan berhujan – hujan ria di tenda.

Selepas ashar, hujan turun, Tanpa rintik2 pelan, namun langsung deras seolah mengabulkan doa Pembina untuk memberikan pengalaman berkemah dimusim hujan. Kegiatan yang sedang berlangsung dilapangan terpaksa dipindah di aula.Wah ternyata suara anak – anak keras juga, masih kedengaran dari lapangan bawah biar hujan deras gini. Acungan jempol buat Pembina siaga kita, bisa membuat mereka heboh seperti ini,saat hujan pula. Kalau saya sih, masih jauh dari level seperti itu, modal saya kurang banyak untuk mengurus siaga.

Menjelang magrib, hujan berhenti dan meninggalkan cukup banyak genangan di perkemahan. Hal pertama yang kami tanyakan kepada peserta adalah “ kondisi tenda aman?” hampir semua tenda aman dari kebocoran, hanya saja bagian lantai tenda yang basah dan ada sedikit genangan air. Untung tidak kena sleeping bag!!! Dan yang lebih untung lagi adalah, ada Kanebo di mobil gyahahahahhaha, sehingga lantai tenda bisa kering dalam sekejap. Kayaknya ini kanebo harus masuk list perlengkapan berkemah.

Bintang mulai bermunculan menandakan malam cerah bakal menaungi kami, walaupun sebentar kemudian ada titik – titik air yang sempat jatuh. Wah, kalau hujan malam ini bisa batal api unggun. Nyatanya, rintik tidak berlanjut menjadi hujan hingga kami bisa berapi unggun. Untung pula ndak ada Kakwarnas, coba beliau ikut, pasti dilarang api unggun kita hehehehehhehe

17606_465095276977995_5929326542829464022_n 19320_10205296394663556_1858333483892106488_n

Api unggun malam itu saya kira termeriah dari kemah – kemah sebelumnya ( padahal baru juga 2 kali kemahnya haahaha). Rangkaian penampilan dari adik – adik kami menambah semarak acara. Menyanyi, nari, baca puisi bahkan sampai aksi bela diri tak ketinggalan. Namun, acara palaing seru adalah permainan bush yang dipandu oleh Kak Djaka. Kakak – kakak Pembina merasa paling bersemangat menyambut permainan ini, saya dan mas Acep khususnya hehehehe. Di awal 2000-an, kami sering memainkan permainan ini dalam sesi outbound maupun pelatihan, hanya saja selalu menjadi pemandu. Rasa – rasanya belum pernah beridiri dibarisan peserta untuk menikmatinya. Makanya, mala mini saya ingin bisa teriak BUSH!! Keras – keras hihihihihihihihi

Api unggun malam itu ditutup dengan aktifitas khas kemping pramuka KS saat giat malam, bakar jagung dan ubi. Tapi mas Ghoz membuat aktifitas berbeda selain bakar jagung, dia keluarkan kamera SLR nya, kemudian membuat foto landscape malam itu, dengan shutter 30. Saya harus katakana WOW untuk hasil fotonya, bagus banget. Bahkan cover buku Black book seri – 2 pun dibuat dengan metode seperti itu. Kita – kita juga sih yang jadi modelnya, dan harus diem selama 30 detik selama pengambilan gambar. Hasilnya ruarrr binasa eh luar biasa keren. Ini diambil waktu subuh fotonya, itu jawaban yang saya dapat dari teman. Padahal itu foto diambil jam 23.00 dan tidak ada cahaya lampu. Tepuk tangan yang meriah buat shutter 30, eh yang moto lah.

Pagi itu cerah, sayang awan menutup horizon menjadi penghalang untuk menikmati sun rise spektakuler. Dengan cappuccino sebagai pendamping, saya duduk didepan tenda sambil beridiskusi mengenai rute penjelajahan. Rencana awal akan membuat rute terpisah buat penggalang akhirnya dibatalkan karena belum survey hahahahahha.

Persiapan jelajah

Persiapan jelajah

Tidak semua peserta mengikuti giat penjelajahan, beberapa diantaranya terpaksa harus pulang pagi itu karena memiliki agenda di tempat lain. Saya salah satunya, harus menghadiri undangan pernikahan di Surabaya. Terpaksalah pulang meski Haki merengek “ ndak pulang, lihat serigala dulu yah.” Halah, iki mas Acep opo ae yo. Dia bilang sama Haki, “ nanti dihutan ada serigala, bisa lihat – lihat.” Ini yang bikin anakku ngambek selama di mobil. “ Mana yah serigalanya?” untunglah, saat di Pacet melewati sebuah villa dengan banyak anjing herder warna hitam yang bisa buat alibi serigala. “Itu kuk serigalanya.” Hitam itu ta yah? Tanya haki. Belum lama berselang, anjing menggonggong, lantas haki menoleh, “ loh, kok anjing itu, mana serigalanya”. Perdebatan nggak mutu antara orangtua dan anaknya tentang bentuk serigala dan anjing yang hampir sama berlarut hingga Surabaya. Hadeeee… iki gara – gara mas Acep tok. Minggu depan,ketemu di kwarda, masih juga ditanya “ Haki, kemarin lihat serigala ndak?” toeng*

22612_465111576976365_861747310270384793_n 10313998_465098876977635_8906873334291598784_n 10891562_10203528650723254_2449912984666888580_n 11049450_10204762548837728_897617571256834655_n

Dari cerita yang terdengar, jelajah kemping kali ini cukup jauh dan ditemani hujan sepanjang perjalanan serta panen wortel diladang orang! Nah lo, panen wortel??? Yup, kita langsung memanen wortelnya, cabut – cabut sendiri dan kemudian bayar kepada pemilik ladang sesuai dengan jumlah wortel yang didapat. Mendengarnya saja saya sudah bisa membayangkan hebohnya jelajah hari itu. Berpayung daun talas atau daun pisang,menikmati bekal di tengah alam terbuka,dan yang pasti celoteh antic yang keluar dari para siaga karena menemukan hal baru atau… karena capek sehingga ngambek di tengah perjalanan. Ketika melihat foto selama penjelajahan…….halaaah rugi sekali tak ikut serta, tapi ya sudahlah.

Perkemahan menyosngsong hujan bulan Maret ini sukses besar, misi tercapai. Semua peserta bisa menikmati tinggal ditenda degan kondisi hujan,dan tetap berkegiatan dalam hujan. Karena nilai belajara dalam berkemah adalah bisa menikmati setiap kondisi yang ada diperkemahan, termasuk bergiat di musim penghujan. Are you enjoy or not?